headline photo

Facebook Mulai Jadi Alat 'Jual Diri'

Wednesday 3 February 2010


SURABAYA - Perdagangan anak di bawah umur (trafficking)yang menjurus ke prostitusi melalui dunia maya sudah sangat memprihatinkan.

Fenomena tersebut terungkap setelah jajaran Polwiltabes Surabaya berhasil mengungkap adanya sindikat trafficking, Minggu (31/1). Polisi menangkap dua tersangka, yakni Endry Margarini alias Vey, 21, dan Achmad Afif Muslichin, 32, keduanya warga Sidoarjo. Selain itu, seorang gadis berinisial Ls,15, warga Keputran, Surabaya, juga ikut diamankan.

Vey selama ini bertugas sebagai germo dari anak-anak yang diperdagangkan, sedangkan Afif bertugas mencari customer atau lelaki hidung belang. Sementara, Ls bertugas mencari gadis muda.

"Pertama kali diketahui transaksi digelar di sebuah rumah makan cepat saji di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya," jelas Kasat Reskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo, Senin (1/2/2010) kemarin.

Dalam kasus tersebut, polisi juga meminta keterangan terhadap tiga pelajar yang menjadi korban trafficking, masing-masing berinisial Ft, El, dan Rs. Dengan terungkapnya kasus tersebut, Anom meminta kepada orangtua agar lebih waspada dalam mengarahkan anak gadisnya yang menginjak dewasa.

"Apalagi penyebab terpengaruhnya para pelajar untuk menjual diri karena tuntutan hidup. Jadi trafficking ini sudah menjurus pada prostitusi," tukas Anom.

Dia mengaku sudah memanggil orangtua siswa yang terlibat prostitusi. Dari pemanggilan tersebut kepolisian menyimpulkan bahwa faktor penyebab mereka terjerumus adalah ekonomi yang tidak mencukupi. Sedangkan di sisi lain, tuntutan kebutuhan anak muda zaman sekarang sangat kompleks.

"Bahkan sangat terbuka kemungkinan masih ada lagi sindikat semacam ini. Untuk itu, kita berupaya keras mengembangkan kasusnya," katanya.

Dia menyadari, menguak jaringan trafficking memang bukan persoalan mudah. Dibutuhkan kesabaran dan informasi yang cukup untuk menelusurinya. Pasalnya, prostitusi seperti yang dijalankan Vey dan Afif cukup terorganisir dan dilakukan dengan sangat rapi. Ini jelas berbeda dengan prostitusi biasa yang kasatmata dan mudah melacaknya. Keberadaan account di Facebook baru diketahui setelah mereka tertangkap.

"Itu artinya, mereka selama ini berupaya keras agar aksi mereka tidak diketahui dunia luar. Walaupun account di Facebook bisa diakses semua pengunjung tapi tak semua orang mengetahui di balik itu ada bisnis prostitusi," papar Anom. Berdasarkan pemeriksaan lanjutan yang dilakukan Satreskrim Polwiltabes, Vey maupun Afif menjalankan bisnis trafficking untuk prostitusi secara mandiri atau tidak terikat dengan sindikat yang lebih besar.

Namun, pihak kepolisian tidak percaya begitu saja. Walaupun tidak terikat, dimungkinkan mereka mengetahui sindikat lain yang juga menjadikan pelajar perempuan sebagai korbannya. Awalnya, berdasarkan pengakuan Vey, dirinya hanya iseng mencari perempuan untuk sejumlah rekannya yang hidung belang.

Dari situlah ia mulai mengetahui ternyata banyak customer yang menyukai gadis muda, terutama pelajar. Akhirnya, dia bekerja sama dengan Afif untuk mencari pelajar yang mau 'menjual' tubuhnya. Kemudian mereka merekrut Ls yang bertugas mencari sasaran di lingkungan sekolah. Ls hanya menggunakan strategi sederhana untuk merekrut anggota baru, yakni menawarkannya dari mulut ke mulut.

Nyatanya, strategi itu cukup untuk menarik minat beberapa gadis. "Biasanya kita mengenakan tarif Rp600–800 ribu untuk setiap gadis. Harga itu memang agak mahal karena mereka masih muda dan berstatus pelajar," ungkapnya. Ia memilih memasarkan lewat Facebook karena lebih mudah, murah, dan praktis.

Cukup dengan mencantumkan foto dan sedikit kalimat menggoda, maka sudah cukup mengundang perhatian pemakai situs jejaring ini. Kasus trafficking menjurus prostitusi yang dijalankan Vey dan Afif harus diakui cukup melek teknologi. Mereka tak lagi menawarkan 'dagangan' secara lisan, tetapi tinggal memampang foto-foto para gadis di account mereka. Bagaimanapun, sistem marketing mereka terbukti jitu dan menarik pelanggan yang tak sedikit.

Sosiolog Universitas Airlangga Bagong Suyanto menyatakan, perubahan strategi marketing membuktikan telah terjadi pergeseran besar dalam dunia trafficking. Jika dulunya dijalankan secara manual atau dari mulut ke mulut, kini sudah merambah dunia maya. Namun, pihaknya tidak lantas memvonis bahwa Facebook atau situs jejaring semacamnya selalu berakibat negatif.
source: okezone

0 comments:

Post a Comment